Kilas Balik Staycation di Hospital

     

 

  Tanggal 10 april adalah tanggal keberangkatanku ke Makassar. Aku naik kapal pada tanggal 10 pukul 02.00 dini hari. Pagi pertamaku di kapal aku mendapati pesan wa dari kawan kamarku yap she is Izzah, yang kalimatnya “Uswah, nomormu aku kasih ke pihak RS jaga-jaga kalau semisal aku sulit dihubungi, nanti mereka hubungi kamu” aku hanya mengiyakan karena ya...kupikir ini hanyalah untuk berjaga-jaga toh Izzah bilang Cuma mau cabut gigi. Sore harinya, sekitar 6/5 jam sebelum kapal sandar di pelabuhan pantoloan, sul-teng aku menelpon Izzah menanyakan kabarnya karena waktu masih di Sebatik ia sempat mengeluhkan giginya dan hari ini katanya adalah hari pertama ke RS untuk memeriksakan giginya, aku cukup shok waktu dia bilang “Uswah, kayaknya aku akan operasi gigi bungsu” tapi aku sebisa mungkin bersikap tenang, karena Izzah sendiri masih (bisa) tenang atau mungkin memang selalu tenang dan santai menghadapi hal-hal mendebarkan seperti ini. Bahkan waktu kami berbincang di telpon, dia masih bisa bercanda “aku tidak bisa bayangkan gimana nanti kalo kita di RS, kamu ngeledekin aku” waktu itu aku hanya membatin “alih-alih ngeledekin rasanya, aku hanya mau menangis” waktu itu aku benar-benar ingin segera sampai di asrama untuk melihat langsung bagaimana keadaan Srikandi dari timur ini. saat itu, aku berdoa semoga jadwal operasinya keluar pas aku sudah sampai di daratan. Masih di kapal, aku sudah berfikir tentang barang apa saja yang mesti di bawa ke rumah sakit nanti. Astaga....aku sampai berfikir selimut yang mana baiknya kubawa untuk digunakan Izzah di rumah sakit nanti. Sesampainya aku di asrama, sabtu malam tanggal 12 menjelang isya. Aku sampai di kamar, aku mendapati wajahnya sedikit lebih tirus dan juga kurus berbeda dengan terakhir kali aku melihatnya. Dan ya tebakanku benar, anak ini benar-benar kehilangan berat badannya sekilo disebabkan sakit giginya, Allahu akbar zah...zah. sekitar 5 malam di asrama, aku sering mendapati Izzah melenguh sakit di tengah malam, sungguh aku tidak tega. Terkadang aku sengaja menjadi orang terakhir yang tidur di kamar untuk memastikan Izzah sudah tertidur, kalau pun aku mendapati ia melenguh lagi, aku akan memastikan bahwa ia hanya melenguh bukan terbangun.

            Rabu, 16 april 2025 Izzah mengatakan padaku bahwa operasinya ditunda karena masih ada hasil pemeriksaan yang belum keluar, kemungkinan operasinya ditunda yang sebelumnya kamis ditunda ke sabtu (ini hanya dugaan sementaranya Izzah). Ba’da zuhur, Izzah mendapat telpon dari dokter yang menanganinya bahwa Izzah sudah boleh masuk RS siang atau sore hari ini. astaga!!!!!!aku yang tadinya berbaring di ranjang dan bersiap menunggu kabar sah nya aunty ku menjadi istri orang tiba-tiba bingung. Aku sudah tidak tahu harus mengambil apa dulu, harus berbuat apa. Seketika aku diserang panik, aku adalah orang yang tidak bisa diminta buru-buru. Ingat!!!!!jangan mengajakku melakukan sesuatu tiba-tiba tanpa persiapan! itu adalah hal yang membuatku tidak senang. Tapi sudah terlambat, aku tetap harus bersiap. Izzah membuat hidupku penuh nano nano rasanya sudah kayak rujak yang ada asam, asin, manis kadang juga rasanya tawar tapi. Menjelang maghrib kami sampai di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Univeristas Hasanuddin. Izzah ditempatkan di ruangan incisivus yang di dalamnya juga sudah ada pasien perempuan setahun lebih tua dariku. Bersyukur kaka dan mamanya sangat baik dan cukup menyenangkan diajak bercerita (semoga kaka dan sekeluarga senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah subhana wa ta’ala). Ternyata si kaka itu juga akan operasi di hari yang sama dengan Izzah hanya saja berbeda waktu. Malam pertama kami di RS, aku menjadi sangat cerewet. Aku protes dengan banyaknya nyamuk di ruangan itu. Aku menyadari hal ini, namun itu adalah caraku meredakan rasa khawatirku. Sejujurnya, ini adalah pertama kali aku menjadi wali pasien, kalo wali santri mah sudah sering. Tapi wali pasien!!!!!!ya walaupun ini bukan pertama kalinya aku menginap di RS tapi tetap saja. Iya, ini adalah kedua kalinya aku menginap di RS, pertama kali aku menginap di RS waktu aku kelas 12 Pendidikan Diniyah Formal Ulya As’adiyah waktu itu aku diminta bapak untuk bantu merawat lato’ (kakek) yang baru saja sudah di operasi pengangkatan tumor (setiap kali ingat memori ini rasanya aku sangat sedih) dengan alasan barangkali lato’ akan semangat melihatku ada menemaninya. Ah...memori itu menguap ke permukaan lagi.

            Aku adalah orang yang sangat betah menghabiskan waktu di dalam ruangan namun, kali ini aku benar-benar bosan. Padahal aku membawa laptop dan juga buku tapi? Tetap saja aku bosan. Bagaimana dengan Izzah? Usah ditanya, dengan tangan kanan yang sudah dipasangi jarum (namun belum disambung ke cairan infus) ia melakukan gerakan peregangan ringan sambil berkata “Uswah, aku bosan” tanpa ia katakan pun aku tahu itu, anak seaktif dia yang tidak bisa diam kemudian harus berdiam di ruanga rumah sakit. Harusnya jika diminta berdiam di ruangan, anak sekatif ini diberikan sesuatu untuk mengalihkan rasa bosannya sayangnya tidak ada. Aku lupa apakah malam itu juga Izzah diinfus atau pagi harinya, yang pasti ini adalah kali pertamanya Izzah diinfus selama hidup. Aku yang melihat tangannya diinfus, meringis. Beberapa malam sebelum ke RS kami sempat bercanda tentang aku yang akan buat story instagram tentang dirinya yang operasi, kira-kira lagu apa yang cocok, nanti aku harus berekspresi seperti apa.

            Sejak pukul 4 subuh, Izzah sudah diminta berpuasa. Beberapa menit sebelum jam 4 aku sempat menawarkan Izzah minum atau makan sesuatu tapi ia menolak. Pagi setelah sholat subuh, aku duduk di koridor depan ruang inap, mengabari mama dan adikku, nabila bahwa aku sudah di RS dan beberapa jam lagi Izzah akan dioperasi. Setelah itu aku kembali ke ruangan Izzah tertidur dengan selang infus di tangan kanannya. Aku kemudian mandi dan membereskan beberapa barang di tas kami. Beberapa kali dokter dan perawat mendatangi Izzah untuk menyuntikkan obat melalui selang infus, tentu saja Izzah terbangun. Aku tidak menghitung berapa kali dokter dan perawat ke ruangan kami yang pasti sangat sering. Aku sempat sarapan 2 bungkus apollo (memaksakan diri) untuk mengisi perutku walaupun sebenarnya aku tidak bisa sarapan (pemicu asam lambung kumat) kira-kira siapa yang bisa makan dengan lahap di situasiku? Belum lagi dokter yang memintaku menandatangani 3 lembar berkas prosedur tanda persetujuan wali pada pasien yang akan dioperasi. Walaupun mungkin terdengar sepele karena operasi gigi, tapi tetap saja ini operasi. Logikanya, kalo ini bukan sebuah kasus dalam kesehatan tidak mungkin sampai dioperasi dengan bius total. aku sempat berkelakar dengan Izzah terkait di mana nanti akan kutaruh ponsel untuk record video kami pas Izzah sedang tidak sadar karena masih dibawa pengaruh obat bius, kami tertawa lagi. Mungkin kalo ada nominasi pasien tersantuy, kurasa Izzah paling layak untuk mendapatkan juara pertama. Aku sangat heran dengan manusia satu ini.

Aku lupa tepatnya pukul berapa aku dan Izzah masuk ke ruang tunggu sebelum masuk ruang operasi yang pasti kami cukup lama bercengkerama di ruan tunggu tersebut. Percayalah! Perasaanku sudah tidak karuan. Ketika selesai ganti baju, Izzah tertidur dan aku keluar ruangan menghampiri seorang anak kecil perempuan dengan bibir sumbing yang terus saja menangis. Sungguh aku tidak tega, apalagi pas melihat anak kecil yang bernama kamila berumur 6 bulan itu terlihat tidak nyaman dengan selang infus di tangannya, melihat mamanya yang kuduga usianya lebih muda dariku aku tertegun sejenak. Pasti sang mama juga tidak tenang, aku sempat berbicara dengan sang mama dan juga mengajak kamila berbicara, sesekali tersenyum, sesekali alisnya berkerut mungkin melihat wajah baru. Kamila masuk ruang operasi lebih dulu, selang beberapa menit barulah datang perawat memberitahu bahwa sudah saatnya Izzah masuk ruang operasi. Aku membangunkan Izzah untuk masuk ke ruang operasi, dan ya.....Izzah langsung bangun berjalan dengan perawat masuk ke ruang operasi. Sungguh! Air mata ku luruh, air mata yang sudah kutahan sejak mendengar kabar Izzah akan operasi. Aku menutup mulut supaya suaraku tidak terdengar. Entah aku menangis karena Izzah atau karena kamila yang pasti aku menangis. Takut? Tentu saja, apalagi aku hanya sendiri menunggu Izzah keluar dari ruangan itu. Setelah Izzah masuk ke dalam ruangan itu, aku kembali ke kamar dimana Izzah dirawat. Aku merapikan tempat tidur dan membereskan tas perlengkapan kami. Ketika adzan zuhur berkumandang, aku bergegas sholat zuhur, aku hanya bergumam kepada Allah dalam bahasa bugis “e puang! Paddisalama’ silessurengku Izzah. Pole maga-maganna de na wisseng aleku, pole maga-maganna de na wisseng aga lo upau sibawa keluargana akke bima” butuh translate gak nih? Hahaha....oke aku translate kan. Artinya“ ya Allah selamatkan saudariku, Izzah! Kalo terjadi apa-apa dengannya aku sudah tidak harus bagaimana. Kalau terjadi apa-apa dengannya aku tidak tau harus menjelaskan apa kepada keluarganya yang di Bima”. Setelah sholat aku berencana keluar dari rumah sakit untuk makan, tapi sayangnya gagal karena ternyata operasinya selesai lebih awal. Dokter pedro apa dokter bedro ya? Entahlah aku lupa, yang pasti dokter tersebut masuk ke ruangan ketika aku sedang melipat sejadahku, beliau memberitahuku untuk segera ke ruang pemulihan dan membawa pakaian ganti, selimut untuk Izzah. Aku segera mengambil semua perlengkapan kemudian bergegas ke ruangan yang dimaksud. Sungguh! Aku kira melihat Izzah masuk ke ruang operasi sudah yang paling mengerikan, ternyata melihat anak seaktif dia terbaring lemah di ruang pemulihan sungguh sangat membuatku sedih ralat, sedikit sedih karena dokter yang menangani Izzah suka melawak (mungkin untuk mengurangi ketegangan yang nampak di wajahku). Ketika aku masuk ke ruangan itu, aku disambut dengan bunyi monitor yang memperlihatkan angka-angka apalah....aku tidak paham yang pasti itu cukup menakutkanku. Ya....bagaimana kalo tiba-tiba layar monitor itu menampilkan garis lurus? Ih....seram. aku segera menyelimuti Izzah yang waktu itu sangat dingin karena baru keluar dari ruang operasi. Waktu itu dokter yang menangani Izzah berkata “kakanya Izzatul ya?” aku hanya mengiyakan karena malas menjelaskan. Dan dokternya percaya, ya sudah....kita mainkan karakter kaka itu. Dokternya bertanya lagi “biasanya Izzatul dipanggil apa?” sebelum menjawab pertanyaan itu, aku berfikir sejenak kemudian menemukan jawabannya. Ini tidaklah terlalu buruk karena aku sudah terbiasa dengan karakter kaka itu hahaha. Aku menjawab “oh...Izzah itu biasanya dipanggil Nana sama teman-teman kampusnya, tapi kalo di keluarga ya,...manggilnya Izzah aja” sebelum dokter itu pergi, aku diminta untuk terus mengajak Izzah berbicara agar segera sadar dari pengaruh obat bius. Aku memotret Izzah yang terbaring kemudian mengirim ke salah satu saudarinya Izzah. Yap, selama operasinya berlangsung ponselnya aku yang pegang. Selain menjadi wali pasien, aku juga merangkap sebagai fotografer yang mengabadikan banyak hal tentang peristiwa ini. kok bisa? Ya bisalah, selain karena keinginan sendiri, ini juga permintaan si pasien. Bahkan kami sudah briefing terkait hal ini, bagaimana? Keren bukan. Ya....intinya ada begitu banyak hikmah dibalik peristiwa ini, dan aku masih berusaha mencerna semuanya. Baru beberapa hari sampai di asrama setelah 3 hari 4 malam bekapal langsung staycation di hospital, kurang keren apalagi genre hidupku ini, memang tidak ada romantis-romantisnya.

Dear meine bestie freundin, lekas pulih! Kalau belum pulih jangan ada gerakan dan gebrakan tambahan! Aku tahu kamu tangguh, justru karena kamu kuat dan  tangguh makanya aku tidak mau lihat kamu terluka, sakit dan lecet. Karena ada banyak tugas yang harus kamu selesaikan, ada banyak kegiatan yang harus kamu handel, ada banyak tempat yang harus kamu jelajahi. Ok!

 Asal kamu tau aja, kakamu pasti sangat khawatir. Buktinya waktu kamu masuk ruang operasi saja beliau minta diberi kabar tentang kamu, waktu aku ngirimin gambar jadwal operasimu beliau langsung teruskan ke grup keluarga kalian (yang memang tidak aku buka karena aku rasa itu adalah privasi). ketika aku masuk di ruang pemulihan aku kirim fotomu lagi dan beliau langsung teruskan di grup keluarga kalian ditambah dengan kalimat dengan bahasa yang aku tidak pahami namun aku menebak beliau sedang memberi tahu anggota keluarga yang lain kalo kamu sudah keluar dari ruang operasi dan sudah sadar. Dibalik sikap tenangnya beliau, pasti ada kekhawatiran yang teramat. Jadi tolong! Jaga diri baik-baik.

            

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer