Selera Tinggi, Daya Tarik Rendah
Selera Tinggi, daya Tarik rendah.
Kalimat ini baru
saja lewat di beranda instagramku, dan kalimat ini menarik perhatianku untuk
diulas dalam blog kali ini. Mungkin ini adalah kalimat yang cocok bagi
kita yang memimpikan pasangan yang wow sementara kualitas yang menjadi daya
Tarik diri kita rendah. Memimpikan pasangan yang wow sah sah saja, tidak ada
yang salah dengan hal itu, tapi apakah diri kita juga sudah se wow itu untuk
memiliki pasangan yang wow juga? Coba kita renungkan hal ini baik-baik. kita
menginginkan pasangan yang finansialnya bagus (karena saya yang menulis ini
adalah seorang Perempuan, dan katanya sebagai seorang Perempuan kita harus
realistis), seorang yang berpendidikan dan rentetan syarat kualifikasi yang
jumlahnya tak terhingga. Ok, kita menginginkan seseorang yang finansialnya
bagus, kira-kira apakah kita sudah mampu untuk mengelola pemasukan dan
pengeluaran keuangan dengan baik? karena seorang yang finansialnya bagus tentu
saja dia pun ingin seorang pasangan yang bisa membantunya mengelola keuangan
nya dengan baik. right? Kemudian kita menginginkan seseorang yang
berpendidikan, siapkah kita untuk mengimbangi pembahasannya? Ketika ia
membahas suatu topik ilmiah, isu terkini, membahas tentang rencana kedepannya,
kira-kira kita mampu tidak menjadi teman ngobrolnya dia? Kira-kira kita mampu
tidak memberikan ia saran dan kritikan atas setiap statement yang ia keluarkan?
mampu tidak kita memberikan ia Solusi ketika ia mendapat masalah dengan
pekerjaannya? Mampu tidak kita membahas suatu masalah dan mencari Solusi tanpa
melibatkan emosi?.
Intinya
apa? Seberapa berkualitasnya dirimu untuk bisa berdiri disampingnya ? (asli,
ni kalimat spontan keluar dari otak, dan jari ngetik autopilot). Analoginya,
dirimu ingin ikan yang besar tapi umpanmu hanya cacing tanah ya mana bisa! Terkhusus
yang Perempuan! Sebenarnya lelaki juga sih. bayangkan pasanganmu adalah
seseorang yang berpengaruh, relasinya luas, positive vibes dan berwawasan luas.
Sedangkan kamu? Ketika ada masalah, kamu emosi, Sukanya silent treatment,
habits nya juga unfaedah, giliran diajarin malah merasa digurui, diajak mencoba
sesuatu yang baru berfaedah tidak mau. Lantas apa yang menjadikan mu layak untuk
berdiri disamping pasanganmu? Tau kan kenapa kita dihimbau mencari pasangan se
kufu’? ayolah!!! Sekadar sedap dipandang mata memang menyenangkan, tapi bisa
diajak bertumbuh bersama justru adalah hal yang membahagiakan, apalagi jika
bernilai ibadah dan tujuannya adalah ridho Allah (maasyaallah brother n
sister).
Aku
menulis ini bukan karena aku sudah merasa wow, bukan!!!! Aku merasa perlu
menulis ini sebagai reminder untuk kita semua bahkan untuk diriku pribadi. Aku
mencoba memahami konsep ini dari pengamatanku terhadap hubunganku dengan
beberapa kawan (dalam kamusku, kawan dan teman berbeda. Kawan setingkat lebih
tinggi dibanding teman). Dari dulu, kawanku benar-benar bisa dihitung tangan. Aku berkawan dengan siapa saja yang ingin berkawan denganku, aku percaya bahwa jika memang orang-orang tidak merasa senang dengan pembahasan dan obrolanku
aku yakin mereka akan pergi menjauh, dan yang nyaman dengan pembahasan dan
obrolanku pasti akan tetap tinggal. Tidak perlu dipaksakan, karena sesuatu yang
dipaksakan tidak berakhir baik. namun, aku selalu meminta kepada Allah, untuk
dipertemukan dengan kawan-kawan yang sekiranya bisa kuajak berbicara tentang
banyak hal, yang bisa diajak diskusi dan membandingkan beberapa hal dari sudut
pandang yang berbeda denganku, kawan-kawan yang senantiasa ingin bertumbuh bersama, kawan-kawan yang senantiasa hatinya terpaut dengan Allah. tentu saja ini tidak mudah, karena untuk bisa
menemukan mereka dan juga masuk di circle mereka aku perlu memperbaiki cara
berkomunikasiku, mengecek Kembali bacaanku, tontonanku, serta mengamati selera humor
mereka (itu saja dulu). Pertama, cara komunikasi. Kenapa komunikasi? Karena
dari beberapa kawanku, aku menemukan beragam cara dan model komunikasi. Karena
tentu saja mereka berasal dari beragam latar belakang lingkungan keluarga,
lingkungan pertemanan serta Pendidikan. Beberapa kawanku adalah orang dengan
model komunikasi yang sopan, tidak blak-blakan, soft spoken yang setiap ada
masalah dengan perasaannya ia akan membahas hal tersebut dengan emosi stabil dan
kami akan mencari Solusi untuk itu. Ada pula kawan dengan model komunikasi
blak-blakan, agak keras tapi masih ditahap aman, dengan selera humor yang
agak-agak tapi ia mampu memberikan aku Pelajaran yang berarti. Kedua, mengecek
Kembali bacaan dan tontonan yang aku komsumsi tiap hari. Tentu ini penting,
karena dari bacaan dan tontonan yang kita komsumsi tiap hari akan membentuk
pola pikir kita yang kemudian terjadi repetation (pengulangan) tiap hari
yang akhirnya tersimpan di alam bawah sadar kita hingga menjadi karakter.
Sedangkan semua yang tersimpan di alam bawah sadar akan bergerak secara
otomatis. Nah….bayangkan jika bacaan dan tontonan yang kita komsumsi tiap hari
itu adalah sesuatu yang unfaedah,
kemudian terulang tiap hari hingga tersimpan di database alam bawah sadar,
kira-kira apa yang aka keluar menjadi perkataan ketika kita berhadapan dengan
kawan-kawan kita ketika diajak diskusi? Kacau. Ketiga, selera humor. Seperti
tulisanku pada poin pertama, kawan-kawanku berasal dari latar belakang
lingkungan keluarga yang berbeda serta lingkungan pertemanan mereka juga
beragam. Nah…dari pengamatanku, humor mereka berbeda. Terkadang, ada beberapa
jokes yang mungkin akan lucu ketika aku bersama dengan fulanah, namun nyatanya
that’s not funny for fulanah. Ya seperti itulah. Jadi, lagi-lagi kita harus
jeli dalam melemparkan candaan, mungkin ini lucu dan lazim bagi kita. Namun,
tidak lucu dan tidak lazim bagi sebagian orang lainnya,
Sederhananya,
jika kita ingin orang-orang baik datang dalam kehidupan kita, semuanya mulai
dari diri kita. Pun kalo ada orang yang tidak baik datang dalam kehidupan kita,
bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Beberapa kemungkinannya adalah : pertama,
orang tersebut adalah ujian bagi kita. Apakah kita tetap komitmen menjadi orang
baik atau kita akan goyah dengan orang tersebut. Kedua, bisa jadi kita adalah
orang yang Allah kirim untuk menuntun orang tersebut menemukan jalan menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. wallahu a’lam bissowwab.
PS : Aku menulis tentang hal ini tentu
setelah mempertimbangkan beberapa hal, mulai dari apakah usiaku sudah cukup
untuk membahas hal ini? dan apakah kalimatku mudah dicerna oleh pembaca. jika ada saran/masukan dan
kritikan silakan komentar.

Komentar
Posting Komentar